/* Kotak Banner ===================== */ #Box-Banner-ads { margin: 0px; padding: 5px; text-align: center; } #Box-Banner-ads img { margin: 0px 8px 4px 0px; padding: 3px; text-align: center; border: 3px outset #c0c0c0; } #Box-Banner-ads img:hover { margin: 0px 8px 4px 0px; padding: 3px; text-align: center; border: 3px inset #333; } PPK Sibolga Selatan

Kamis, 13 Juni 2013

Kapitalisme Partai Politik

TAHUN 2013, bukan hanya disebut tahun partai politik menjelang Pemilu 2014, melainkan tahun action (kerja), khususnya bagi para caleg yang mencurahkan tenaga, dana dan pikirannya menuju pemasanan Pemilu 2014. 
Politik dalam tataran praktis, ternyata mengubah paradigma berpikir rakyat secara maxis (menyeluruh), baik di wilayah masyarakat perkotaan, semi perkotaan sampai masyarakat marjinal di kawasan pedesaan.

Politik praktis, juga mengubah watak politik masyarakat, dari politik neo-liberalisme menjadi politik kapitalis. Kenyataan yang ada saat ini, kapitalisme politik terjadi di mana-mana, tanpa terkecuali di internal partai politik. Kapitalisme menjadi kebanggaan masyarakat kita, terutama kalangan elite partai politik, dan kini mengarah kepada masyarakat biasa di kawasan pedesaan.

Pengerimpingan atau penyederhanaan partai politik, pasca lolosnya 10 partai politik peserta Pemilu 2014, menjadikan rakyat berpikir kapitalis. Konstalasi politik di internal partai politik kita sekarang adalah bagaimana mencari dana sebanyak-banyaknya untuk memenangi Pemilu 2014.

Mindset kader di elite partai politik juga mengharuskan para caleg turun ke konsituennya. Partai politik mewajibkan para calegnya turun menjumpai rakyat, namun di sisi lain jika caleg turun, konsep-konsep kapitalisme di tatanan politik pasti terjadi. Misalnya, caleg menemui konsituennya, dan harus mengeluarkan dana untuk bersosialisasi. Konteks inilah, yang saya sebut sebagai kapitalisme politik.

Era Kapiltalisme
Pemetaan arena pertarungan politik, sebagai tahun kerja partai politik di tahun 2013 menjadi bagian terpenting dalam pembiayaan politik. Ada adagium yang muncul di sebagian kecil masyarakat kita, partai politik yang memiliki kekuatan dana besar akan memenangi pertarungan Pemilu 2014 nanti.

Menurut hemat penulis, adagium ini bisa menjadi kenyataan, jika partai politik hanya diam dan tidak merakyat melalui para calegnya.

Kekuataan dana menjadi isu paling panas menjelang Pemilu 2014. Oleh karenanya, era kapitalisme yang saya maksudkan dalam pemetaan partai politik ini, sama sekali tidak dapat kita hindarkan, karena seluruh konstalasi politik pasti akan berakhir dengan kekuataan finansial dari partai politik.

Politik di era kapitalisme ini sejatinya untuk memperkuat pengembangan sayap partai, yang ending-nya mempromosikan konsep keadilan dan kesejahteraan sebagai wujud visi dan misi sebuah partai politik yang berdaulat.

Politik di era kapitalisme ini, sejatinya menjadi partai politik lebih berpikir dewasa dalam menghadapi Pemilu 2014 nanti. Politik kapitalisme di partai politik, menjadi rahim bagi lahirnya pemimpin yang dicalonkan partai politik.

Sebut saja, para caleg yang dicalonkan partai politik saat ini, merupakan produk kapiltalisme politik, yang dilahirkan oleh partai politik. Sederetan problem di atas, semestinya menjadi bahan pemikiran partai politik, untuk mengubah mindsetnya sebagai partai yang berpikir kapitalis.

Kehadiran era kapitalisme politik yang merasuki partai politik saat ini, menjadi rakyat bosan dan berpikir pragmatis. Sebab, partai politik apapun saat ini, sudah berpikir kapitalis, tanpa terkecuali partai politik yang berazaskan keagamaan, nasionalisme atau nasionalisme keagamaan.

Sikap-sikap yang dipertontonkan partai politik inilah, yang mengubah paradigma berpikir para elite partai, dan menggerus seluruh lapisan masyarakat kita sebagai pemilih aktif setiap Pemilu.

Kondisi era kapitalisme ini juga diperparah dalam pemilihan kepala daerah, baik gubernur, bupati atau walikota. Kapitalisme politik, sejak awal sudah dimulai dari pemilihan kepala daerah. Praktik uang yang dijalankan para calon kepala daerah, menjadi arena empuk di kalangan para politisi kita.

Akibatnya, kehadiran sang pemimpin produk partai politik dan dicalonkan partai politik, menjadi lahan empuk untuk melakukan korupsi. Sangat jarang calon pemimpin kita, yang diproduksi partai politik berpikir idealis, karena di dalamnya sangat banyak tuntuntan-tuntutan politik yang harus dipenuhi sang pemimpin itu.

Penutup
Kehadiran kapitalisme politik yang terjadi di partai politik, ternyata menjadi manusia mendewakan sesuatu dengan praktis dan sesaat.

Sikap-sikap rasionalitas, ternyata menghilangkan segalanya, karena konsep tatanan idealis tidak melekat dalam kepribadian masyarakat kita. Ini penyebabnya, era politik kapitalisme sudah merasuki tatanan masyarakat kita, mulai elite partai, masyarakat menengah sampai masayarakat marjinal yang ada di pedesaan.

Jika masyarakat kita ingin dibangun dengan sikap-sikap santun, maka konsep rasionalitas harus dibangun lebih awal. Kultur dan mentalitas para elite partai kita juga harus memberikan teladan yang baik, sehingga masyarakat kita tidak terbiasa dengan praktik-praktik kapitalisme seperti yang dijalankan selama ini. Rakyat ini ala terbiasa, karena para petingginya memulai hal-hal yang demikian. Tapi, jika pemimpinnya menutup pintu kapitalisme politik, maka masyarakat pun pasti akan mengikut.
Penulis Adalah Dosen Ilmu Komunikasi Fisipol UMSU, dan Kandidat Doktor Komunikasi Islam Pascasarjana IAIN Sumut