Ketika penetrasi perangkat canggih, seperti ponsel pintar, semakin
tinggi, ketika itu pula periklanan secara digital mewabah. Beriklan
secara digital sekarang ini menjadi pilihan bukan hanya oleh perusahaan
besar, tetapi juga usaha kecil dan menengah (UKM). Sekalipun iklan
digital semakin membesar, ada beberapa hal yang masih perlu
diperhatikan.
“Dulu orang melihat digital itu sebagai komunikasi. Sekarang sebagai
sarana untuk berkomunikasi, untuk berjualan,” ucap Danny Wirianto, CEO
Merah Cipta Media yang juga menjabat sebagai Ketua Pengembangan Digital Advertising di
Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, di acara pengenalan pengurus
baru P3I periode 2012-2016, di Jakarta, Rabu (29/5/2013).
Dijelaskan dia, jumlah pemilik ponsel di Indonesia hampir 180 juta.
Kepemilikan ponsel itu dinilai Danny lebih tinggi dibandingkan televisi
dan radio. Sementara, penetrasi internet di Indonesia sekitar 40 persen.
“Artinya, negara maju itu kalau penetrasi internet sudah 40 persen ke
atas. Kalau itu sudah masuk, e-commerce akan bergerak.”
Periklanan secara digital, kata dia, menguntungkan bagi Indonesia
yang bentuknya negara kepulauan. Sebagai informasi, iklan digital itu
mencakup iklan melalui pesan teks, email, sosial media, hingga community marketing. “Lewat online, mereka (pengusaha) punya kesempatan sebagai brand untuk meraih market lebih mudah sekarang. Karena dulu kita harus bikin toko, sekarang kita bikin online commerce.” Karena itu, Danny optimistis digital transaksi di Indonesia akan sangat besar nantinya.
Akan tetapi, ia melihat masih ada yang perlu diperhatikan terkait
iklan digital. Pertama, pengetahuan terhadap iklan digital masih rendah.
Kedua, standarisasi iklan digital belum jelas seperti apa. “Ketiga,
edukasi. Kalau kami melihat nggak merata. Jadi, anak daerah, kayak di
Bali, Yogyakarta, pintar dalam hal tekno, tapi secara marketing belum comply,” tandasnya. (EVA)
Jumat, 31 Mei 2013
DIKRITIK …SIAPA TAKUT?
Dalam
hukum causalitas kita
mengenal adanya sebab akibat. Artinya
segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini pastilah ada penyebabnya, baik itu
yang bersifat fisik maupun non-fisik. Contoh konkretnya adalah, ada bumi karena
diciptakan oleh Tuhan ( secara hukum keTuhanan), adanya Tuhan karena kemampuan
otak kita berfikir dan akhirnya mengakui keberadaan-Nya. ( sebuah dasar
pemikiran timbulnya KRITIKAN )
Okey,,,
kini kita memasuki dunia intelektual yang sarat dengan diskusi, opini, berfikir
dan yang terpenting adalah dunia yang dipenuhi dengan segala keanekaragaman
karakter dan kemampuan berargumentasi. Semua dinamika yang ada di dalam dunia intelektual tersebut akhirnya
bersetubuh dan akhirnya melahirkan anak yang namanya KRITIS.
KRITIS adalah sebuah kemampuan, kepekaan berfikir, mengkaji dan
akhirnya menyikapi sebuah kondisi baik itu berupa sikap, opini (pendapat )
maupun cara berfikir seseorang. Dan segala usaha yang dilakukan
oleh seseorang dengan maksud untuk menyikapi sistem kerja atau kinerja
seseorang baik disampaikan melalui sebuah opini ( tulisan berupa sindiran atau
langsung ), bantahan, argumentasi maupun aksi fiSIk disebut dengan mengKRITIK.
Nah,,,
disini
akhirnya kita akan setuju bahwa sikap KRITIS yang dituangkan dalam
sebuah KRITIKAN adalah salah satu contoh HUKUM CAUSALITAS. Suatu
KRITIKAN
yang didasari dengan sikap KRITIS ( mempelajari dan mengkaji ) adalah
sikap INTELEKTUAL, tetapi
apabila sikap KRITIS itu lahir
dari sebuah sikap EGOISME maka yang dilahirkan adalah sebuah KEBODOHAN.
Sebagai
seorang INTELEKTUAL, kita
tidak akan mampu lari dari dunia INTELEKTUAL itu sendiri yaitu sikap KRITIS (
embrio dari kritik mengkritik ). Kini pertanyaannya adalah apakah setiap saat
kita harus KRITIS ? jawabannya
adalah YA ! tapi tidak
semua harus dituangkan dalam sebuah KRITIKAN. KRITIKAN akan lahir apabila telah terjadi persetubuhan antara ILMU, LOGIKA DAN KAJIAN yang
senantiasa diselimuti oleh TANGGUNG
JAWAB INTELEKTUAL.
TANGGUNG
JAWAB INTELEKTUAL adalah
dasar dari sikap INTELEKTUAL , bagaimana sikap atau karakter
seorang intelek ketika MENGKRITIK ? jawabnya adalah TANGGUNG JAWAB.
TANGGUNG JAWAB kepada ILMU, LOGIKA dan terlebih dahulu dilalui
dengan sebuah KAJIAN. Begitu juga dengan yang diKRITIK, bagaimana sikap
seorang intelek ketika diKRITIK ? jawabnya adalah TANGGUNG JAWAB.
ARTINYA tanggung jawab secara keILMUAN, logika dan
kajian.
Jadi,,,,,,,,,,,KESIMPULANNYA adalah ; tidak ada yang SALAH dengan KRITIKAN dan
KEKRITISAN.
KRITIKAN ,,,??? SIAPA TAKUT !!!. yang
terpenting adalah seorang intelektual ketika akan MENGKRITIK atau sedang
DIKRITIK haruslah TANGGUNG JAWAB, ini artinya tidaklah sebuah KRITIKAN namanya
jika tidak didasari dengan ILMU, LOGIKA DAN KAJIAN.
JALAN BUNTU
kala kita menghadapi Jalan Buntu, kita akan dihadapkan pada dua kemungkinan,
Pertama, kita menerima apa adanya dan menyerah pada nasib sampai akhirnya kita mati sia-sia.
Kedua, kita berfikir, berdoa dan berupaya mengerahkan segala kemampuan untuk menemukan Jalan Selamat.
Jalan Buntu dan kondisi terdesak bukanlah akhir dari segalanya, justru
disinilah kita akan menemukan sumber segala kreativitas.
Banyak orang di PHK yang justru menemukan Usaha Sendiri setelah gagal
mencari pekerjaan baru, karena tak ada pilihan lain kecuali fokus
menekuni usaha kecilnya, yang kemudian berkembang dan sukses menjadi
Pengusaha besar dengan pendapatan jauh lebih besar dari gaji dia
sebelumnya.
Ketika kita ketemu JALAN BUNTU, ingatlah selalu ada Allah SWT yang mempunyai JALAN LAPANG Lurus Terbentang.
“Hidangan Basi” Masih Tersaji di Pileg 2014
Mungkin penulis akan dianggap sedikit kasar, karena dalam tulisan ini menyebutkan dan men sinonim
kan anggota DPR RI aktif, yang ikut dijadikan calon legislatif pada
Pileg 2014, dengan istilah “hidangan basi”. Bukan karena rasa geram atau
rasa benci dengan para caleg pertahana alias caleg incumbent
tersebut, tapi semata karena kinerja dan kualitas kebanyakan anggota
DPR RI periode 2009-2014 secara umum sangat mengecewakan. Selain itu tak
sedikit jumlah politisi senayan yang masih dicalegkan kembali,
terindikasi ada keterlibatannya dalam kasus korupsi. Dan banyak dari
mereka terkategori sebagai anggota DPR pemalas dan pembolos, serta tak
bersikap mencerminkan sebagai wakil rakyat. Malah ada caleg yang dikenal
jarang ngantor dan malas ikut rapat atau sidang, serta sudah mundur
dari keanggotaan DPR setelah ketahuan menandatangi absensi tapi tak ikut
rapat dan keluar dari pintu belakang, juga kembali di caleg kan oleh
partainya.
Anggota
DPR RI aktif yang kembali mencaleg sebanyak 507 orang atau 90,5 persen
dari keseluruhan jumlah anggota DPR RI. Dari 560 anggota DPR RI periode
2009-2014, hanya 53 orang yang tak lagi mencaleg pada Pileg 2014. Partai
Demokrat mencalonkan kembali 133 orang anggota DPR nya, kemudian Partai
Golkar sebanyak 92 orang dicalonkan kembali dari 108, .PDIP 84 orang
PKS 57 orang PAN 42 orang, PPP 33 orang. Gerindra 24 orang, PKB 26
orang, dan Hanura 16 orang. PAN, PKB dan Hanura mencalegkan semua
anggota DPR RI nya yang aktif. Ke 507 legislator tersebut adalah
orang-orang yang masih berambisi besar menjadi politisi senayan,
sehingga nama mereka masuk mesin daur ulang untuk direproduksi dan
selanjutnya disajikan untuk dijual kembali ke hadapan masyarakat.
Masuknya
ke 507 legislator aktif tersebut, ke daftar caleg pada Pileg 2014,
menuai beragam pendapat. Ada yang berpendapat bahwa partai politik telah
gagal melakukan kaderisasi, serta partai politik peserta pemilu tidak
melakukan proses seleksi terhadap caleg incumbent. Soalnya legislator
aktif yang masih dijadikan caleg tersebut sebagian besar adalah
legislator bermasalah dengan kategori ada yang terindikasi korupsi,
pemalas, pembolos dan tak menunjukkan sikap sebagai wakil rakyat.
Dengan
masih direproduksi dan diusung serta disajikan dan dihidangkan untuk
dipilih sebagai caleg pada Pileg 2014, tentu ada kekhawatiran bahwa
caleg wajah lama dan bermasalah tersebut akan tetap jadi virus, apalagi
jika misalnya kelak sebagian besar caleg bermasalah tersebut terpilih
kembali, dipastikan wajah DPR RI pada periode mendatang akan sama saja
dengan wajah DPR RI periode 2009-2014.
Memang
tak semuanya dari ke 507 legislator tersebut sebagai caleg bermasalah,
tapi karena jumlah legislator yang bermasalah lebih banyak, maka
wajah-wajah legislator aktif dan masih mencaleg tersebut, meski telah
melalui proses reproduksi, akan tetap menjadi “hidangan basi” dalam
daftar menu caleg pada Pemilu Legislatif tahun 2014. Sebagai caleg daur
ulang, caleg dari anggota DPR RI memang diuntungkan karena mereka
sebagai pertahana atau incumbent. Selain itu masyarakat yang punya hak
pilih, juga tak terjamin berkapasitas sebagai pemilih yang cerdas,
sehingga bisa memilah sebelum menentukan pilihan.
Semuanya
tergantung masyarakat yang punya hak pilih, apakah masyarakat negeri
ini kelak bisa menilai dan memilah mana caleg “hidangan basi” dan mana
yang bukan hidangan basi, karena yang basi dan yang belum basi
bercampur dalam daftar menu caleg yang dihidangkan untuk dipilih. (***)
Penulis : M Alinapiah Simbolon
Langganan:
Postingan (Atom)