/* Kotak Banner ===================== */ #Box-Banner-ads { margin: 0px; padding: 5px; text-align: center; } #Box-Banner-ads img { margin: 0px 8px 4px 0px; padding: 3px; text-align: center; border: 3px outset #c0c0c0; } #Box-Banner-ads img:hover { margin: 0px 8px 4px 0px; padding: 3px; text-align: center; border: 3px inset #333; } PPK Sibolga Selatan

Jumat, 31 Mei 2013

Potensi Iklan Digital Belum Digarap Optimal

Ketika penetrasi perangkat canggih, seperti ponsel pintar, semakin tinggi, ketika itu pula periklanan secara digital mewabah. Beriklan secara digital sekarang ini menjadi pilihan bukan hanya oleh perusahaan besar, tetapi juga usaha kecil dan menengah (UKM). Sekalipun iklan digital semakin membesar, ada beberapa hal yang masih perlu diperhatikan.
“Dulu orang melihat digital itu sebagai komunikasi. Sekarang sebagai sarana untuk berkomunikasi, untuk berjualan,” ucap Danny Wirianto, CEO Merah Cipta Media yang juga menjabat sebagai Ketua Pengembangan Digital Advertising di Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, di acara pengenalan pengurus baru P3I periode 2012-2016, di Jakarta, Rabu (29/5/2013).
Dijelaskan dia, jumlah pemilik ponsel di Indonesia hampir 180 juta. Kepemilikan ponsel itu dinilai Danny lebih tinggi dibandingkan televisi dan radio. Sementara, penetrasi internet di Indonesia sekitar 40 persen. “Artinya, negara maju itu kalau penetrasi internet sudah 40 persen ke atas. Kalau itu sudah masuk, e-commerce akan bergerak.”
Periklanan secara digital, kata dia, menguntungkan bagi Indonesia yang bentuknya negara kepulauan. Sebagai informasi, iklan digital itu mencakup iklan melalui pesan teks, email, sosial media, hingga community marketing. “Lewat online, mereka (pengusaha) punya kesempatan sebagai brand untuk meraih market lebih mudah sekarang. Karena dulu kita harus bikin toko, sekarang kita bikin online commerce.” Karena itu, Danny optimistis digital transaksi di Indonesia akan sangat besar nantinya.
Akan tetapi, ia melihat masih ada yang perlu diperhatikan terkait iklan digital. Pertama, pengetahuan terhadap iklan digital masih rendah. Kedua, standarisasi iklan digital belum jelas seperti apa. “Ketiga, edukasi. Kalau kami melihat nggak merata. Jadi, anak daerah, kayak di Bali, Yogyakarta, pintar dalam hal tekno, tapi secara marketing belum comply,” tandasnya. (EVA)

DIKRITIK …SIAPA TAKUT?

Dalam hukum causalitas kita mengenal adanya sebab akibat. Artinya segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini pastilah ada penyebabnya, baik itu yang bersifat fisik maupun non-fisik. Contoh konkretnya adalah, ada bumi karena diciptakan oleh Tuhan ( secara hukum keTuhanan), adanya Tuhan karena kemampuan otak kita berfikir dan akhirnya mengakui keberadaan-Nya. ( sebuah dasar pemikiran timbulnya KRITIKAN )


            Okey,,, kini kita memasuki dunia intelektual yang sarat dengan diskusi, opini, berfikir dan yang terpenting adalah dunia yang dipenuhi dengan segala keanekaragaman karakter dan kemampuan berargumentasi. Semua dinamika yang ada di dalam dunia intelektual tersebut akhirnya bersetubuh dan akhirnya melahirkan anak yang namanya KRITIS.
            KRITIS adalah sebuah kemampuan, kepekaan berfikir, mengkaji dan akhirnya menyikapi sebuah kondisi baik itu berupa sikap, opini (pendapat ) maupun cara berfikir seseorang. Dan segala usaha yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud untuk menyikapi sistem kerja atau kinerja seseorang baik disampaikan melalui sebuah opini ( tulisan berupa sindiran atau langsung ), bantahan, argumentasi maupun aksi fiSIk disebut dengan mengKRITIK.
            Nah,,, disini akhirnya kita akan setuju bahwa sikap KRITIS yang dituangkan dalam sebuah KRITIKAN adalah salah satu contoh HUKUM CAUSALITAS. Suatu KRITIKAN yang didasari dengan sikap KRITIS ( mempelajari dan mengkaji ) adalah sikap INTELEKTUAL, tetapi apabila sikap KRITIS itu lahir dari sebuah sikap EGOISME maka yang dilahirkan adalah sebuah KEBODOHAN.
            Sebagai seorang INTELEKTUAL, kita tidak akan mampu lari dari dunia INTELEKTUAL itu sendiri yaitu sikap KRITIS ( embrio dari kritik mengkritik ). Kini pertanyaannya adalah apakah setiap saat kita harus KRITIS ? jawabannya adalah YA ! tapi tidak semua harus dituangkan dalam sebuah KRITIKAN. KRITIKAN akan lahir apabila telah terjadi persetubuhan antara ILMU, LOGIKA DAN KAJIAN yang senantiasa diselimuti oleh TANGGUNG JAWAB INTELEKTUAL.
            TANGGUNG JAWAB INTELEKTUAL adalah dasar dari sikap INTELEKTUAL , bagaimana sikap atau karakter seorang intelek ketika MENGKRITIK ? jawabnya adalah TANGGUNG JAWAB. TANGGUNG JAWAB kepada ILMU, LOGIKA dan terlebih dahulu dilalui dengan sebuah KAJIAN. Begitu juga dengan yang diKRITIK, bagaimana sikap seorang intelek ketika diKRITIK ? jawabnya adalah TANGGUNG JAWAB. ARTINYA tanggung jawab secara keILMUAN, logika dan kajian.
            Jadi,,,,,,,,,,,KESIMPULANNYA adalah ; tidak ada yang SALAH dengan KRITIKAN dan KEKRITISAN.
            KRITIKAN ,,,??? SIAPA TAKUT  !!!. yang terpenting adalah seorang intelektual ketika akan MENGKRITIK atau sedang DIKRITIK haruslah TANGGUNG JAWAB, ini artinya tidaklah sebuah KRITIKAN namanya jika tidak didasari dengan ILMU, LOGIKA DAN KAJIAN.

JALAN BUNTU

kala kita menghadapi Jalan Buntu, kita akan dihadapkan pada dua kemungkinan,

Pertama, kita menerima apa adanya dan menyerah pada nasib sampai akhirnya kita mati sia-sia.

Kedua, kita berfikir, berdoa dan berupaya mengerahkan segala kemampuan untuk menemukan Jalan Selamat.

Jalan Buntu dan kondisi terdesak bukanlah akhir dari segalanya, justru disinilah kita akan menemukan sumber segala kreativitas.

Banyak orang di PHK yang justru menemukan Usaha Sendiri setelah gagal mencari pekerjaan baru, karena tak ada pilihan lain kecuali fokus menekuni usaha kecilnya, yang kemudian berkembang dan sukses menjadi Pengusaha besar dengan pendapatan jauh lebih besar dari gaji dia sebelumnya.

Ketika kita ketemu JALAN BUNTU, ingatlah selalu ada Allah SWT yang mempunyai JALAN LAPANG Lurus Terbentang.

“Hidangan Basi” Masih Tersaji di Pileg 2014

Mungkin penulis akan dianggap sedikit kasar, karena dalam tulisan ini menyebutkan dan men sinonim kan anggota DPR RI aktif, yang ikut dijadikan calon legislatif pada Pileg 2014, dengan istilah “hidangan basi”. Bukan karena rasa geram atau rasa benci dengan para caleg pertahana alias caleg incumbent tersebut, tapi semata karena kinerja dan kualitas kebanyakan anggota DPR RI periode 2009-2014 secara umum sangat mengecewakan. Selain itu tak sedikit jumlah politisi senayan yang masih dicalegkan kembali, terindikasi ada keterlibatannya dalam kasus korupsi. Dan banyak dari mereka terkategori sebagai anggota DPR pemalas dan pembolos, serta tak bersikap mencerminkan sebagai wakil rakyat. Malah ada caleg yang dikenal jarang ngantor dan malas ikut rapat atau sidang, serta sudah mundur dari keanggotaan DPR setelah ketahuan menandatangi absensi tapi tak ikut rapat dan keluar dari pintu belakang, juga kembali di caleg kan oleh partainya.
Anggota DPR RI aktif yang kembali mencaleg sebanyak 507 orang atau 90,5 persen dari keseluruhan jumlah anggota DPR RI. Dari 560 anggota DPR RI periode 2009-2014, hanya 53 orang yang tak lagi mencaleg pada Pileg 2014. Partai Demokrat mencalonkan kembali 133 orang anggota DPR nya, kemudian Partai Golkar sebanyak 92 orang dicalonkan kembali dari 108, .PDIP 84 orang PKS 57 orang PAN 42 orang, PPP 33 orang. Gerindra 24 orang, PKB 26 orang, dan Hanura 16 orang. PAN, PKB dan Hanura mencalegkan semua anggota DPR RI nya yang aktif. Ke 507 legislator tersebut adalah orang-orang yang masih berambisi besar menjadi politisi senayan, sehingga nama mereka masuk mesin daur ulang untuk  direproduksi dan selanjutnya disajikan untuk dijual kembali ke hadapan masyarakat.
Masuknya ke 507 legislator aktif tersebut, ke daftar caleg pada Pileg 2014, menuai beragam pendapat. Ada yang berpendapat bahwa partai politik telah gagal melakukan kaderisasi, serta partai politik peserta pemilu tidak melakukan proses seleksi terhadap caleg incumbent. Soalnya legislator aktif yang masih dijadikan caleg tersebut  sebagian besar adalah legislator bermasalah dengan kategori ada yang terindikasi korupsi, pemalas, pembolos dan tak menunjukkan sikap sebagai wakil rakyat.
Dengan masih direproduksi dan diusung serta disajikan dan dihidangkan untuk dipilih sebagai caleg pada Pileg 2014, tentu ada kekhawatiran bahwa caleg wajah lama dan bermasalah tersebut akan tetap jadi virus, apalagi jika misalnya kelak sebagian besar caleg bermasalah tersebut terpilih kembali, dipastikan wajah DPR RI pada periode mendatang akan sama saja dengan wajah DPR RI periode 2009-2014.
Memang tak semuanya dari ke 507 legislator tersebut sebagai caleg bermasalah, tapi karena jumlah legislator yang bermasalah lebih banyak, maka wajah-wajah legislator aktif dan masih mencaleg tersebut, meski telah melalui proses reproduksi, akan tetap menjadi “hidangan basi” dalam daftar menu caleg pada Pemilu Legislatif tahun 2014. Sebagai caleg daur ulang, caleg dari anggota DPR RI memang diuntungkan karena mereka sebagai pertahana atau incumbent. Selain itu masyarakat yang punya hak pilih, juga tak terjamin berkapasitas sebagai pemilih yang cerdas, sehingga bisa memilah sebelum menentukan pilihan.
Semuanya tergantung masyarakat yang punya hak pilih, apakah masyarakat negeri ini kelak bisa menilai dan memilah mana caleg “hidangan basi” dan mana yang bukan hidangan basi, karena yang basi dan yang  belum basi bercampur dalam daftar menu caleg yang dihidangkan untuk dipilih. (***)
Penulis : M Alinapiah Simbolon